St.
Matilda dilahirkan sekitar tahun 895, sebagai putri dari seorang
bangsawan Jerman. Ketika masih muda usianya, orangtuanya telah mengatur
pernikahan baginya dengan seorang bangsawan bernama Henry. Segera
setelah mereka menikah, Henry menjadi raja Jerman. Sebagai ratu, Matilda
hidup sederhana dengan meluangkan banyak waktu untuk berdoa. Setiap
orang yang melihatnya akan melihat bagaimana lemah lembut serta baik
hatinya ia. Ia berperan lebih sebagai ibu daripada sebagai ratu. Ratu
suka mengunjungi serta menghibur mereka yang sakit. Ia menolong
orang-orang di penjara. Matilda tidak mau memanjakan dirinya oleh karena
kedudukannya, melainkan ia berusaha untuk memberikan pertolongan kepada
mereka yang membutuhkan. Raja Henry menyadari bahwa isterinya adalah
seorang yang luar biasa. Berulangkali dikatakan raja kepada isterinya
bahwa ia menjadi orang yang lebih baik serta menjadi raja yang lebih
baik oleh karena Matilda adalah isterinya. Walaupun perkawinan mereka
direncanakan oleh orangtua mereka, namun Henry dan Matilda saling
mengasihi satu sama lain.
Matilda
diberi kebebasan mempergunakan kekayaan kerajaan untuk karya belas
kasihnya dan Henry tidak pernah mempertanyakannya. Sebaliknya, raja
menjadi lebih sadar akan kebutuhan rakyatnya. Raja sadar bahwa dengan
kedudukannya, ia mempunyai kuasa untuk meringankan beban penderitaan
rakyat. Pasangan tersebut hidup berbahagia selama duapuluh tiga tahun.
Kemudian Raja Henry meninggal dunia secara tiba-tiba pada tahun 936.
Ratu merasa teramat sedih atas kepergian suaminya. Ia kemudian
memutuskan untuk hidup bagi Tuhan saja.
Demikianlah
ratu meminta imam untuk mempersembahkan Misa bagi keselamatan jiwa Raja
Henry. Lalu ratu memberikan seluruh perhiasan yang dikenakannya kepada
imam. Dengan berbuat demikian, ia hendak menunjukkan tekadnya untuk
sejak saat itu meninggalkan segala urusan duniawi.
Meskipun
ia seorang kudus, Matilda juga melakukan suatu kesalahan besar. Ia
lebih berpihak kepada puteranya, Henry, daripada puteranya yang lain,
Otto, dalam perjuangan mereka memperebutkan tahta kerajaan. Ia menyesal
telah melakukan kesalahan seperti itu. Ia berusaha memperbaiki
kesalahannya dengan menerima tanpa berkeluh-kesah segala penderitaan
yang harus ditanggungnya. Setelah tahun-tahun dilewatinya dengan
melakukan karya belas kasih dan silih, St. Matilda wafat dengan tenang
pada tahun 968. Ia dimakamkan disamping saminya.
Menjalin
persahabatan yang akrab dengan Tuhan tidak berarti bebas dari
kesalahan. Namun demikian, sama seperti St. Matilda, kita dapat bangkit
kembali, dengan menaruh kepercayaan yang besar pada belas kasihan serta
pemeliharaan Tuhan bagi kita.