St.
Eufrasia dilahirkan pada abad kelima dalam keluarga Kristiani yang amat
saleh. Ayahnya, seorang kerabat kaisar, meninggal dunia ketika ia baru
berusia satu tahun. Kaisar menjadi wali bagi dia dan ibunya. Ketika
Eufrasia berusia tujuh tahun, ibunya membawanya ke Mesir. Di sana mereka
tinggal di sebuah rumah yang besar dekat sebuah biara wanita. Eufrasia
terpesona dengan cara hidup para biarawati. Ia memohon kepada ibunya
agar diijinkan melayani Tuhan dalam biara di mana para biarawati kudus
itu tinggal. Ia masih seorang gadis kecil, tetapi ia tidak mau mengubah
atau pun melupakan niatnya itu. Tak lama kemudian, ibunya membawa
Eufrasia ke biara serta mempercayakan pemeliharaannya kepada pemimpin
biara.
Tahun-tahun
berlalu. Ketika ibunya meninggal dunia, kaisar mengingatkan Eufrasia
bahwa orangtuanya telah mengikat perjanjian pernikahan baginya dengan
seorang majelis muda yang kaya. Tentu saja Eufrasia ingin hanya menjadi
milik Yesus saja. Jadi, ia menulis sepucuk surat penuh hormat kepada
kaisar. Di dalamnya ia menulis, “Saya ini milik Yesus, dan karenanya
saya tidak dapat memberikan diri saya kepada yang lain. Satu-satunya
kerinduan saya adalah bahwa dunia sepenuhnya melupakan saya. Dengan
penuh hormat saya mohon kepada Yang Mulia untuk mengambil alih seluruh
harta warisan keluarga saya serta membagi-bagikannya kepada mereka yang
miskin. Saya mohon Yang Mulia membebaskan semua budak yang ada dalam
keluarga saya. Saya juga mohon agar Baginda menghapuskan semua hutang
orang kepada keluarga saya.” Kaisar sangat terharu oleh surat yang
begitu indah itu hingga ia membacakannya di hadapan seluruh majelis.
Kemudian ia mengabulkan semua permohonan Eufrasia.
Eufrasia
menghabiskan sisa hidupnya sebagai seorang biarawati. Ia tidak pernah
menyesal bahwa Tuhan telah memanggilnya untuk menjadi seorang religius.
Eufrasia wafat pada tahun 420.
Terdapat
keindahan yang tak dapat disangkal dalam diri orang-orang yang dengan
tulus hati berusaha hidup seturut iman mereka. Bagaimana iman sesama
telah menyentuh hidupku?