Kisahnya
berawal sekitar tahun 630. Seorang gadis Inggris Kristen yang
ketakutan, tidak dapat membayangkan apa yang bakal terjadi atas dirinya.
Yang ia tahu hanyalah bahwa ia telah diculik dan sekarang berada dalam
sebuah kapal bajak laut. Kemanakah ia akan dibawa? Kepada siapakah ia
dapat bertanya? Pada akhirnya, kapal tersebut berlabuh dan ia mendengar
orang-orang berbicara bahwa mereka telah berada di Perancis. Bathildis
segera dijual sebagai seorang budak kepada pengurus rumah tangga istana
Raja Clovis.
Kisah
selanjutnya bagaikan sebuah dongeng Cinderela, kecuali bahwa kisah ini
sungguh terjadi. Gadis pendiam ini memperhatikan dengan seksama
sementara tugas-tugasnya dijelaskan atau ditunjukkan kepadanya. Dari
hari ke hari, ia mengerjakan satu tugas ke tugas lainnya dengan
sebaik-baiknya. Ia seorang gadis yang pemalu dan lemah lembut, tetapi
bahkan Raja Clovis mulai memperhatikannya. Semakin diperhatikannya gadis
itu, semakin raja terkesan. Gadis seperti inilah yang akan menjadi
seorang istri yang mengagumkan, bahkan bagi seorang raja. Pada tahun
649, Clovis menikahi Bathildis. Gadis budak kecil itu kini menjadi
seorang ratu. Raja dan ratu dikaruniai tiga orang putera. Clovis
meninggal dunia ketika putera sulung mereka baru berusia lima tahun,
jadi Bathildis akan memimpin Perancis hingga putera-puteranya dewasa.
Pastilah
sangat mengherankan semua orang karena ternyata Bathildis dapat
memerintah dengan amat bijaksana. Ia ingat betul bagaimana rasanya
menjadi seorang miskin. Ia juga ingat tahun-tahun yang dilaluinya
sebagai seorang budak. Ia dijual begitu saja seolah-olah ia itu “tidak
ada artinya sama sekali.” Bathildis ingin agar semua orang mengetahui
betapa berharganya mereka di hadapan Tuhan. Bathildis amat mencintai
Yesus dan Gereja-Nya. Ia menggunakan kekuasaannya untuk membantu Gereja
dalam segala cara yang mampu ia lakukan. Ia tidak menjadi sombong atau
pun congkak. Sebaliknya, ia menaruh perhatian kepada para fakir miskin.
Ia juga melindungi rakyatnya agar jangan sampai diculik dan diperlakukan
sebagai budak. Ia memenuhi Perancis dengan rumah sakit-rumah sakit. Ia
mendirikan sebuah seminari bagi pendidikan para imam dan juga sebuah
biara untuk para biarawati. Kelak di kemudian hari, Ratu Bathildis
sendiri juga masuk biara. Sebagai seorang biarawati, ia melepaskan
segala status kerajaannya. Ia menjadi salah seorang dari para biarawati
yang sederhana dan taat. Ia tidak pernah menuntut atau bahkan berharap
agar orang lain melayaninya. St. Bathildis juga amat lemah lembut serta
penuh perhatian kepada mereka yang sakit. Ketika ia sendiri jatuh sakit,
ia harus menderita suatu penyakit yang lama serta menyakitkan hingga ia
wafat pada tanggal 30 Januari 680.
Hidup
kita tidak selalu berakhir seperti kisah-kisah dongeng, tetapi, melalui
teladan hidup St. Bathildis kita dapat belajar untuk senantiasa
berharap pada penyelenggaraan serta belas kasihan Tuhan kepada kita.