Melalui
belajar, Hilarius menjadi tahu bahwa seorang haruslah melatih
kesabaran, kelemahlembutan, keadilan dan sebanyak mungkin
kebajikan-kebajikan lain. Keutamaan-keutamaan ini akan memperoleh
ganjaran kelak di kehidupan sesudah mati. Melalui belajar, Hilarius juga
yakin bahwa hanya ada satu Allah yang kekal, yang mahakuasa dan
mahapengasih. Ia membaca Kitab Suci untuk pertama kalinya. Ketika sampai
pada bagian Musa dan semak yang terbakar, Hilarius sungguh amat
terkesan dengan Nama bagaimana Tuhan menyebut Diri-Nya Sendiri: AKU
ADALAH AKU. Hilarius membaca tulisan-tulisan para nabi juga. Kemudian ia
membaca seluruh Perjanjian Baru. Pada saat ia selesai membaca, ia
sepenuhnya telah percaya dan dibaptis.
Hilarius
hidup mengamalkan imannya dengan taat dan saleh hingga ia dipilih
menjadi uskup. Hal ini tidak menjadikan hidupnya bertambah nyaman, sebab
kaisar suka mencampuri urusan-urusan Gereja. Ketika Hilarius
menentangnya, kaisar membuang Hilarius. Di tempat pembuangannya itulah
keutamaan-keutamaan Hilarius, terutama kesabaran dan keberaniannya
semakin gemilang. Ia menerima pembuangannya dengan tenang dan
mempergunakan waktunya untuk menulis buku-buku tentang iman. Karena ia
menjadi semakin termasyhur, musuh-musuh Hilarius meminta kaisar untuk
memulangkannya kembali ke kota asalnya. Di kota asalnya ia tidak akan
memperoleh banyak perhatian. Maka, Hilarius dipulangkan ke Poitiers pada
tahun 360. Ia tetap menulis dan mengajarkan iman kepada banyak orang.
Hilarius wafat delapan tahun kemudian, dalam usia lima puluh dua tahun.
Buku-bukunya memberikan pengaruh besar kepada Gereja hingga sekarang
ini. Itu sebabnya mengapa ia digelari Pujangga Gereja.
“Nyatakan kepada kami makna Kitab Suci dan berikan kami pencerahan untuk memahaminya.” ~ St. Hilarius