Stephen
adalah seorang pemuda Inggris yang hidup pada abad keduabelas. Ia
adalah seorang murid cemerlang yang suka belajar. Stephen teristimewa
menaruh minat pada sastra. Ia bersungguh-sungguh mengenai hidup dan
bedoa setiap hari. Suatu ketika Stephen dan temannya berjalan kaki
berziarah ke Roma. Sekembalinya, Stephen bergabung dengan kelompok
biarawan yang amat miskin dan kudus. Para biarawan ini berdoa, berpuasa
dan bekerja keras. Demikianlah cara mereka mengungkapkan kasih mereka
kepada Tuhan. Stephen memperhatikan bagaimana bahagianya mereka. Abbas
mereka adalah seorang santo, yakni St Robertus.
Sejenak lamanya, Stephen melayani Tuhan dengan penuh sukacita bersama mereka. Namun, sedikit demi sedikit para biarawan tak lagi hendak hidup keras seperti itu. Jadi, St Robertus dan St Stephen bersama duapuluh biarawan lainnya mendirikan sebuah biara baru. Mereka membangun sendiri biara itu di padang liar Perancis yang disebut Citeaux. Mereka mengamalkan hidup dalam karya dan kepapaan. Mereka rindu meneladani kemiskinan Yesus. Mereka juga memelihara keheningan yang ketat.
Ketika St Stephen menjadi abbas biara, ada banyak persoalan yang harus dihadapi. Para biarawan hanya makan sedikit saja. Kemudian, lebih dari separuh biarawan jatuh sakit dan meninggal dunia. Tampak seolah komunitas akan segera berakhir. Mereka membutuhkan anggota-anggota baru yang muda untuk meneruskan semangat mereka. Stephen berdoa penuh iman. Dan doanya didengarkan. Tuhan mengirimkan kepada para biarawan yang disebut Cistercian ini tigapuluh pemuda yang ingin menggagungkan diri dengan mereka. Mereka tiba di gerbang biara bersama-sama. Pemimpin mereka kelak menjadi seorang santo yang hebat pula. Namanya adalah St Bernardus. Hari itu merupakan hari yang sungguh menakjubkan bagi St Stephen dan para biarawan.
St Stephen melewatkan beberapa tahun terakhir hidupnya dengan menulis sebuah buku peraturan bagi para biarawan. Ia juga mendidik St Bernardus untuk menggantikan posisinya.
Sementara
terbaring di ambang ajal, St Stephen mendengar para biarawan di
sekelilingnya berbisik. Mereka mengatakan bahwa Stephen tidak perlu
takut mati. Ia telah bekerja begitu giat dan mengasihi Tuhan begitu
rupa. Tetapi St Stpehen mengatakan bahwa ia takut ia tidak cukup baik.
Dan ia bersungguh-sungguh dengan perkataannya. Hal itu menunjukkan
betapa rendah hatinya santo besar ini. Ia wafat pada tahun 1134.
Kita
dapat memikirkan untuk menemukan suatu “saat teduh” setiap hari guna
membiarkan Tuhan berkarya dalam akal budi dan hati kita.