Onesimus
hidup pada abad pertama. Ia adalah seorang hamba yang merampok
majikannya lalu melarikan diri ke Roma. Di Roma ia bertemu dengan St.
Paulus yang dipenjarakan karena imannya. Paulus menerima Onesimus dengan
kelembutan serta kasih sayang seorang ayah. Paulus membantu menyadarkan
pemuda tersebut bahwa ia telah berbuat salah dengan mencuri. Lebih dari
itu, ia membimbing Onesimus untuk percaya dan menerima iman Kristiani.
Setelah
Onesimus menjadi seorang Kristen, Paulus mengirimkannya kembali kepada
tuannya, Filemon, yang adalah sahabat Paulus. Tetapi, Paulus tidak
mengirim hamba itu kembali seorang diri dan tak berdaya. Ia
“mempersenjatai” Onesimus dengan sepucuk surat yang singkat tapi tegas.
Paulus berharap agar suratnya dapat menyelesaikan semua masalah
Onesimus, sahabat barunya. Kepada Filemon, Paulus menulis: “Aku
mengajukan permintaan kepadamu mengenai anakku yang kudapat selagi aku
dalam penjara, yakni Onesimus. Dia kusuruh kembali kepadamu. Dia, yaitu
buah hatiku.”
Surat
yang menyentuh tersebut dapat ditemukan dalam Kitab Suci Perjanjian
Baru. Filemon menerima surat dan nasehat Paulus. Ketika Onesimus kembali
kepada tuannya, ia dibebaskan. Kemudian, Onesimus kembali kepada St.
Paulus dan menjadi penolongnya yang setia.
St.
Paulus mengangkat Onesimus menjadi imam dan kemudian uskup. Orang kudus
yang dulunya hamba ini membaktikan seluruh sisa hidupnya untuk
mewartakan Kabar Gembira yang telah mengubah hidupnya selamanya. Menurut
tradisi, pada masa penganiayaan, Onesimus dibelenggu dan dibawa ke Roma
lalu dirajam hingga tewas.
Bagian manakah dalam hidupku yang membutuhkan kesembuhan dengan pengampunan dan penerimaan?